Meriam Keramat ‘Anak Makassar’, Terbesar yang Pernah Dimiliki Kerajaan Nusantara di Indonesia

  • Bagikan
Sultan Hasanuddin

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kerajaan Gowa pernah memiliki meriam terbesar di Nusantara. Meriam itu digunakan untuk mempertahankan benteng Kerajaan Gowa, Somba Opu, pada abad 17. Meriam keramat itu “Anak Makasar”.

Bahkan catatan sejarah Belanda menyebutkan “Anak Makassar” merupakan meriam terbesar yang pernah dimiliki kerajaan Nusantara di Indonesia.

Meriam tersebut memiliki berat 9,5 ton dan panjangnya enam meter dengan kaliber 41,5 sentimeter.

J W Vogel dalam tulisannya yang berjudul “Oost-Indianische Reisbesch-reibung” menggambarkan bagaimana besarnya mulut meriam “Anak Makassar” tersebut.

“Dass der grosste mensch gar fuglich hinein kriechten und sich verbergenkan” (sehingga orang yang paling besar sekalipun dengan mudah dapat merayap ke dalamnya dan bersembunyi di situ).

Sementara itu, Dr K G Crucq yang banyak melakukan penelitian tentang meriam-meriam yang ada di Indonesia, menyebutkan “Anak Makassar” yang ada di Benteng Somba Opu itu lebih besar daripada meriam “Pancawura” atau “Kyai Sapujagad” yang ada di Keraton Surakarta.

Jika dibandingkan dengan meriam keramat lainnya, misalnya meriam “Ki Amuk” yang ada di banten, meriam “Anak Makassar” lebih besar ukuran atau kalibernya.

Dr K C Crucq dalam bukunya berjudul De Geschiedenis van Het Heiling Kanon van Makassar (Sejarah Meriam Orang-orang Makassar), menuliskan “Anak Makassar” merupakan salah satu dari 130 meriam yang ditempatkan di Benteng Somba Opu.

Benteng Somba Opu berbentuk persegi empat. Meriam “Anak Makassar” ditempatkan di Baluwara Agung di dinding sebelah Barat Benteng Somba Opu yang mengarah ke arah laut Selat Makassar.

Speelman melancarkan ke Benteng Somba Opu pada 15 Juni 1668. Hari pertama pertempuran itu berlangsung 24 jam. Pertempuran berlangsung sengit.

Hari kelima, pasukan-pasukan Belanda (V.O.C.) yang dibantu oleh pasukan-pasukan Bugis dan Ambon yang dipimpin Aru Palaka dan Kapten Joncker berhasil menancapkan panji-panji mereka di tembok Benteng Somba Opu.

Akhirnya pada 24 Juni, Benteng Somba Opu dapat dikuasai oleh Belanda. Belanda menembakkan 30.000 peluru. 50 orang serdadu Belanda tewas dan 68 orang luka parah.

Pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya berhasil membakar Istana Sultan Hasanudin dan Baluwara Agung.

Saat Baluwara Agung terbakar, tiba-tiba terdengarlah sebuah ledakan yang amat dahsyat. Ledakan itu disebabkan oleh karena ​orang-orang Gowa tidak menghendaki dan tidak rela kalau meriam keramatnya “Anak Makassar” jatuh ke tangan musuh. Mereka berhasil meledakkan meriam yang dahsyat itu.

Dr F W Stapel dalam buku yang berjudul “Cornelis Janszoon Speelman” terbitan ‘sGravenhage – Martinus Nyhoff 1936’ menyebutkan Somba Opu dapat direbut seluruhnya 272 pucuk meriam besar dan kecil, di antaranya juga meriam “Anak Makasar” yang luar biasa itu. Sungguhpun di dalam keadaan yang rusak, namun meriam Anak Makasar itu masih juga dapat menampakkan kedahsyatannya.

Terkait keberadaan “Anak Makassar” itu ada beberapa versi, meriam besar itu diledakkan prajurit Gowa dan mulut meriamnya mengalami pecahan besar agar musuh tidak menggunakannya.

Sedangkan catatan dalam buku “Cornelis Janszoon Speelman” menyebutkan meriam “Anak Makasar” yang masih utuh (tidak hancur) dibawa oleh orang-orang Belanda ke Batavia dan sampai sesudah tahun 1710 meriam ini masih ada terletak di Batavia. (eds)

  • Bagikan