FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menanggapi soal mantan Kadiv Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Ferdy Sambo menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.
Menurutnya, Ferdy sebagai anggota Polri saat itu mengerti konsekuensi perbuatannya. Sehingga ia mempertanya mengapa yang bersangkutan tidak terima dipecat. Sebagai polisi Sambo mengerti konsekuensi perbuatannya,” cuitnya di linimasa Twitternya, dikutip FAJAR.CO.ID, Kamis (29/12/2022).
Anthony Budiawan lantas mempertanyakan apakah Ferdy Sambo ingin ada pihak lainya yang seharusnya juga dipecat bersamanya, seperti pihak yang paling bertanggung jawab atas Satgassus. “Tetapi mengapa Sambo tidak terima dipecat? Apakah ada pihak lain yang seharusnya juga dipecat bersamanya, pihak yang paling bertanggung jawab atas Satgassus?,” urainya. Dia menduga, perang geng sepertinya akan terus lanjut.
Sebelumnya, Ferdy Sambo menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Mantan Kadiv Propam Polri mempermasalahkan pemecatannya sebagai anggota Polri.
Permohonan gugatan Ferdy Sambo itu telah teregister pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta dengan nomor perkara: 476/G/2022/PTUN.JKT, Kamis (29/12/2022).
Dalam petitumnya, mantan Kadiv Propam Polri ini ingin PTUN Jakarta menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat I (Jokowi, red) sebagaimana Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 71/POLRI/Tahun 2022 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Perwira Tinggi Polri, pada 26 September 2022 lalu.
Tak hanya itu, Ferdy Sambo dalam petitumnya ingun PTUN Jakarta juga diminta memerintahkan Listyo (tergugat II) untuk menempatkan dan memulihkan kembali semua hak-haknya sebagai anggota Kepolisian Republik Indonesia.
“Memerintah Tergugat II untuk menempatkan dan memulihkan kembali semua hak-hak Penggugat sebagai Anggota Kepolisian Republik Indonesia,” demikian bunyi petitum permohonan tersebut. (eds)