FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof Suteki, menyoroti penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.
Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (UNDIP) ini mengaku prihatin dengan terbitnya Perppu Cipta Kerja yang dinilainya dibuat secara serampangan dan sebagai pertanda pemerintah dijalankan secara otoriter.
Dia menyebut, terbitnya Perppu Cipta Kerja nampaknya mengulang kembali pada 2017 diterbitkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)
Menurutnya, alasan diterbitkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 karena kemendesakan,”Kalau membuat undang-undang yang baru itu butuh waktu yang lama. Itu selalu begitu alasannya,” bebernya Prof Suteki di kanal YouTube-nya, dikutip FAJAR.CO.ID, Rabu (4/1/2022).
Kendati demikian, dia menilai Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan justru yang demokratis dan dilahirkan karena aspek reformasi yang sudah dijalankan beberapa tahun, tapi maunya serba cepat lalu membuat Perppu. Langkah itu, bebernya, membuat Perppu adalah jalan paling mudah.
“Saya katakan itu mentalnya adalah mental menerabas, sementara Indonesia itukan telah mendeklarasikan dirinya sebagai negara hukum, berarti penggunaan kekuasaan negara itu, termasuk di dalamnya pemerintah harus berdasarkan hukum yang baik,” tegasnya.
Menurutnya, bukan malah hukum dibuat demi kekuasaan yang cenderung menerapkan prinsip suka-suka kami. “Sering saya sebut sebagai SSK itu. Itu artinya kalau begitu hukumnya hukum yang tidak baik, yaitu hukum yang dibuat untuk legitimasi kekuasaan.
Dia menilai, tidak ada kegentingan yang memaksa dan juga tidak ada kekosongan hukum, “Dalam arti undang-undang itu kita sudah punya. Kan ada ratusan undang-undang yang diubah di undang-undang omnibus Law, Cipta Kerja itu. Sampai sekarang itu masih ada, cuma mestinya karena perubahan-perubahan itu memang membutuhkan waktu membahasnya lagi,” urainya.
Prof Suteki menegaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) menilai undang-undang nomor 11 tahun 2020 itu cacat formil. artinya proses pembuatannya yang kurang memenuhi standar pembuatan atau pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dengan undang-undang Nomor 12 Tahun 2011.
“Kalau Perppu ini menurut saya dibuat secara serampangan dan itu sebagai pertanda bahwa pemerintah itu sedang dijalankan secara otoriter dan saya katakan adanya mental menerabas dari pemerintah. Itu prinsip yang saya perlu kemukakan, jadi saya termasuk prihatin yah dengan keluarnya Perppu ini, sementara undang-undang Cipta kerja itu kan sudah dinyatakan sebagai undang-undang yang inkonstitusional bersyarat,” tegasnya. (eds)