Bagikan Cerita Bom Sarinah, Untung Sangaji: 11 Menit 45 Detik yang Menegangkan!

  • Bagikan
Untung Sangaji

Teror bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat Selasa, 14 Januari 2016 silam. Tercatat
delapan orang tewas dan 24 lainnya luka-luka dalam peristiwa tersebut. Kejadian itu masih kuat dalam ingatan AKBP Untung Sangaji. Ia membagikan cerita bom Sarinah dari sudut pandanganya di lini masa Twitternya.

Pagi itu, AKBP Untung Sangaji, baru saja sarapan di kediamannya. Ia bersiap-siap menjalankan rutinitasnya. Dipeluklah sang istri tercinta dan pamit.

“Hati-hati,” kata sang istri mengingatkan Untung Sangaji.

Hari itu, Untung Sangaji harus bersiaga penuh setelah banyak ancaman teror muncul ke gereja-gereja dan masjid di Jakarta.

Ia dan timnya mendapatkan tugas mengamankan situasi di luar ring Istana Presiden. “Ketika itu ramai berita ancaman teror bom oleh ISIS, yang disebut sebagai “konser”,” cuit perwira polisi dengan nama lengkap Ahmad Untung Surianata ini, dikutip FAJAR.CO.ID, Kamis (29/12/2022).

Untung Sangaji bersama timnya sedang menyeruput kopi di dalam Starbucks. Namum, sejumlah rekannya ingin merokok, sehingga ia dan rekan-rekannya pindah ke Walnut Bakery & Café.

Suasana cerah pagi jelang siang hari itu. Secangkir kopi baru saja diseruputnya, menyisakan setengah cangkir.

“Baru saja menyeruput kopi setengah cangkir, tiba-tiba ada bunyi ledakan pertama. ledakan kedua, kemudian menyusul di depan pos penjagaan lalu lintas depan Sarinah, beberapa menit kemudian,”urainya.

Duar! Terdengar ledakan begitu keras.

Dengan sigap, Untung Sangaji langsung mengambil magasin. Ia segera menelpon atasannya memberitahu peristiwa yang ada di depan matanya itu. “Beliau perintahkan untuk laksanakan tugas dengan keahlian yang dimiliki sambil tunggu pasukan lain datang,” beber Untung Sangaji.

Ia dan rekannya bergerak ke pos penjagaan lalu lintas Thamrin. Untung Sangaji melihat ada korban di lokasi itu. Segera ia mengangkat korban ke atas mobil. “Kami angkat ke mobil. enggak lama, banyak orang mengelilingi kami. bukan bantu angkatin korban, tapi malah selfie-selfie,” bebernya, mengenang peristiwa itu.

Saat tengah menolong korban bom, tiba-tiba suara tembakan terdengar. Tembakan itu mengenai dua polisi dan satu warga sipil. Ia segera mencari tahu kemana arah penembak itu.

Untung Sangaji berjalan sembari mencari pelaku penembakan itu. Tak lama berselang, ia pun melihat pelakunya mulai melempar bom. “Saat itu ada petugas lain di pos mereka pakai body face anti peluru, helm anti peluru dan senjata panjang,” jelasnya.

Setelah memastikan pelakunya, ia tak menyia-nyiakan waktu. Untung Sangaji dan rekan-rekannya segera mengambil tindakan. Saat itu, satu dari tujuh magasing sudah terpasang di senjata tua Special Infinity 1911. Sisanya terselip di pinggang.

Kontak senjata pun tak terhindarkan. “Kontak senjata dengan tersangka pun terjadi. enggak lama, kalau saya hitung dengan jam tangan itu 11 menit 45 detik,” urainya.

Pelaku teror tersebut terlatih. Ia melihat pelakunya dengan santai membawa bom di tasnya. “Dia (pelaku, red) santai bawa bom di tasnya. pelaku satunya juga bawa tapi yang kecil-kecil untuk dilemparkan. mobil Karo Ops juga sempat kena sasaran. saat kena bom, keangkat itu mobil beberapa centimeter, terus jatuh lagi,” jelas Untung Sangaji.

Jarak ia dan pelaku sekitar 15 hingga 20 meter. Namun, pelakunya kebingungan. Tiba-tiba, Untung Sangaji berhadapan.

“Jarak beta dengan pelaku enggak jauh, sekitar 15-20 meter. tapi dia ini lari ke sana ke sini, bingung, dan tahu-tahu kita berhadapan, dan tahu-tahu juga beta tinggal sendirian–saat memburunya. ya sudah beta “layani” dengan baik,” urainya.

Peluru yang melesat dari senjata tua Special Infinity 1911 mengenai lutut pelaku teror. Bom yang dibawa pelaku pun terjatuh. Untung Sangaji segera mengambil tindakan untuk menembak bom tersebut. “Begitu jatuh, beta segera ambil tindakan menembak bomnya sebelum meledak. akhirnya meledak di situ. serpihannya kena sekitar,” cuitnya.

Serpihan bom itu, mengenai juga satu pelaku lainnya. Segera ia arahkan senjatanya ke arah kepala dan dada pelaku.

Dor! dor!

“Jadi beta ambil tindakan cepat untuk hajar kepala dan dadanya. kalau lihat diotopsi itu ya, pelurunya banyak di kepala dan dada dia (pelaku, red),” urai Untung Sangaji.

Untung Sangaji meyakini, di dalam tas yang dibawa pelaku lainnya ada bom. Dugaannya tak melesat. “Ternyata betul. begitu dibuka Gegana, kelihatan bomnya diameter 20 cm dan panjang 40 cm. kalau meledak bisa ratusan meter serpihannya kemana-mana. bahaya. jadi gitu, jarak beta dengan pelaku dekat sekali. enggak ada kesempatan untuk lari,” urainya.

Ia tak memikirkan risikonya saat itu, kendati nyawa taruhannya. “Dan memang sudah risiko yang harus dihadapi. lebih baik mati untuk banyak orang daripada banyak orang mati untuk kita. itu prinsip antiteror. Waktu itu pelaku bawa bom dan senjata genggam. bom di tangan kiri, senjata genggam di tangan kanan,” jelasnya.

Untung Sangaji hanya menggeleng-geleng kepalanya di tengah kondisi itu, banyak warga yang menonton. “Yang bikin saya geleng-geleng. banyak orang nonton. kayak film koboi saja. mereka nonton kita baku hantam. kayak ada atraksi apa gitu. padahal sudah ada korban di Starbucks maupun pos polisi,” bebernya.

Ia mengenang kejadian yang dialaminya seperti saat ia ditugaskan di Aceh menghadapi kawanan bersenjata di hutan. “Begitu sedikit kisahnya. keadaan yang mencekam. rasanya dejavu seperti saat beta di Aceh, hadapi kawanan bersenjata di hutan, peluru di mana-mana. gelap gulita. bukan main memang teroris, sudah tidak punya kemanusiaan, membunuh orang seenaknya. makanya saya ambil tindakan cepat,” kenang Untung Sangaji. (eds)

  • Bagikan